Nyaris semua anak yang bersekolah di Indonesia mengenal puisi karya Chairil Anwar: dari “Krawang ke Bekasi” hingga “Aku”. Mengenal puisi yang bukan hanya kata-kata indah sendu, tetapi juga kata yang lugas serta bentuk dari eksplorasi pada bahasa Indonesia.
Bahasa kita menjadi begitu kaya dalam ciptaan Chairil Anwar. Namun, Chairil Anwar bukan cuma puisi dalam buku pelajaran bahasa Indonesia atau sosok yang disebut-sebut dalam buku Aku pada film Ada Apa Dengan Cinta. Dia bukan hanya foto sedang merokoknya yang khas atau penggalan (rasa “Aku ini binatang jalang”. Beliau adalah seorang tokoh yang berjuang dengan puisi. Tokoh yang mencatat tumbuhnya Indonesia dalam puisinya. Di tangannya, puisi bisa berarti tak hanya untuk diri sendiri, tapi juga bagi kemanusiaan.
Ini adalah kisah penyair kenamaan Indonesia yang telah menjadi milik semua orang. Sebuah biografi tentang kisah di balik puisi serta renjana hatinya. Chairil mungkin mati muda, dalam usia 27 tahun, tapi nyala dan tenaga hidup sajak-sajaknya, akan terus hidup 1000 tahun lamanya.
Buku ini ditulis oleh Hasan Aspahani lahir di Sei Raden, Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur, 9 Maret 1971. Ia lahir pada sebuah keluarga sederhana petani kelapa.
Ulasan :
“Hasan Aspahani membaca Chairil Anwar yang tersembunyi, terselip, dan tersamar dalam puisinya. Baca.” –Sapardi Djoko Damono, penyair
“Buku yang menyajikan berbagai peristiwa dan situasi yang mewarnai jalan kepenyairan Chairil Anwar ini niscaya akan membuat kita lebih arif melihat sosok dan karya penyair besar yang terkenal antara lain dengan baris puisinya ‘Nasib adalah kesunyian masing-masing’.” –Joko Pinurbo, penyair
“Buku paling lengkap dan paling indah tentang kisah hidup Chairil Anwar yang pernah ditulis. Buku Indonesia yang paling saya rekomendasikan untuk dibaca tahun ini!” –M Aan Mansyur, penyair