Gaung Media Seni Budaya Falsafah Tradisional Jawa dalam Pulut

Falsafah Tradisional Jawa dalam Pulut


Pulut (Oryza sativa L. Var. Glutinosa) merupakan salah satu jenis tanaman padi yang banyak tersebar di pasaran. Memiliki tekstur yang keras dan warna putih susu atau hitam yang khas, sehingga mudah ditemukan.

Dalam tradisi Jawa, beras ketan mengambil porsi yang signifikan sebagai simbol atau filosofi peristiwa tradisional. Misalnya dalam tradisi syukuran, lamaran (tunangan), pernikahan, dan Idul Fitri.

Dalam acara syukuran, pulut hadir sebagai campuran nasi tumpeng, baik nasi tumpeng kuning maupun putih sebagai simbol keterikatan rasa syukur. Durung kelahiran, ada juga perayaan termasuk Iwel-iwel yang terbuat dari tepung ketan, kelapa dan gula palem. Bahkan dalam kematian, ketan hadir dalam sajian berupa Ketan Unti.

Dalam aplikasi (tunangan) yang berlanjut ke pernikahan, pulut harus hadir sebagai simbol keterikatan kedua pihak, baik mempelai maupun keluarga besarnya masing-masing. Biasanya disajikan dalam kudapan tradisional seperti; jadah, wajik, jenang, lemper, mendut atau kue bugis, semar mendem, wingko, madumonso, dll.
filsafat ketan sebagai ciri khas beras ketan diadopsi oleh orang jawa dalam tradisi yang masih terpelihara hingga sekarang.

Sementara itu, saat umat Islam di Indonesia merayakan Idul Fitri, pulut juga hadir sebagai simbol untuk merekatkan kembali tali silaturahmi. Cemilan tradisional seperti Rengginang gurih ringan yaitu ketan, Tape Ketan Hitam atau Tape Ketan Ijo yang segar dan asam manis, gGetas atau gemblong, Wajik Kletik, Dodol yang sama dengan Jenang, dan ketan Lepet yang usua lly disajikan saat lebaran kupat… benar-benar membuat kita rindu suasana lebaran.

Di pasar tradisional, kita juga sering mendapatkan camilan yang terbuat dari ketan seperti; Lupis, Lapis, Lemang, Onde-onde, Kelepon, Jadah Bakar, , ketan bubuk kedelai, ketan durian, ketan susu, dll.

Pulut memiliki kandungan amilose yang tinggi dibandingkan dengan beras biasa sehingga memiliki tekstur lengket saat dimasak. Selain itu, dia juga keras secara fisik sehingga perlu merendamnya selama beberapa jam sebelum diproses agar menghasilkan rasa gurih, lembut dan punel.

Di negara kalian disebut beras ketan apa? Dan apakah ada juga filosofi dalam acara tradisional yang menggunakan beras ketan?

Titin Suhartini Sukardi