Gaung Media Nasional Genderang Politik Jokowi: Di Balik Isu Ijazah dan Pemakzulan Gibran

Genderang Politik Jokowi: Di Balik Isu Ijazah dan Pemakzulan Gibran

Advertise With Us


GaungMedia.com – Setelah sekian lama diam, Presiden Jokowi akhirnya angkat bicara. Ia menyebut ada agenda politik besar di balik isu ijazah palsu dan wacana pemakzulan Gibran. Bagi yang paham peta kekuasaan, ini bukan sekadar klarifikasi, ini adalah sinyal perlawanan.

Jokowi memang bukan lagi presiden aktif, tapi pengaruhnya masih kuat. Ia bukan hanya tokoh, tapi simbol politik yang masih punya massa, jejaring, dan yang paling penting akses kekuasaan lewat Gibran, wakil presiden yang kini duduk di posisi strategis.

Dan di situlah sumber ketegangan bermula.

Kenapa Jokowi Jadi Target?
Kita bisa lihat dari data: saat Jokowi memberi sinyal “rambut putih”, elektabilitas Ganjar melonjak. Ketika Gibran dipasangkan dengan Prabowo, elektabilitas mereka langsung meroket dan akhirnya memenangkan Pilpres. Artinya, daya dorong politik terbesar saat ini adalah Jokowi.

Ini yang membuat sebagian elit politik merasa terancam. Bila pengaruh Jokowi bertahan hingga 2029, skenario kemenangan bisa terulang. Maka, cara paling efektif untuk memotong pengaruh itu adalah menyerang simbolnya dari Jokowi lewat isu ijazah, ke Gibran lewat isu pemakzulan.

Isu ijazah dipilih bukan tanpa alasan. Korupsi atau kebijakan sulit diarahkan langsung ke Jokowi. Tapi dengan ijazah, cukup satu narasi dan keraguan bisa menyebar cepat. Padahal UGM dan Bareskrim sudah menyatakan keasliannya. Tapi seperti kata pepatah: keraguan tak butuh bukti, hanya butuh pengulangan.

Gibran, Ancaman Nyata di 2029

Gibran dianggap terlalu muda. Tapi justru itulah yang menakutkan. Ia muda, segar, dan punya warisan legitimasi dari Jokowi. Jika Prabowo tak bisa melanjutkan tugasnya, Gibran otomatis naik jadi presiden dan bisa maju lagi di 2029.

Bagi sebagian pihak, ini skenario buruk yang harus dicegah sejak dini. Maka, Gibran pun diserang. Mulai dari usia, proses pencalonan, hingga wacana pemakzulan.

Siapa yang Diuntungkan?
Kalau pengaruh Jokowi dan Gibran hancur, siapa yang paling diuntungkan? Jawabannya jelas: para pesaing di 2029. Mereka yang sejak awal konsisten menggulirkan narasi ini, baik tokoh oposisi, akademisi, maupun loyalis capres lain bisa jadi tengah memainkan simfoni yang sama.

Bukan berarti semua ini adalah konspirasi, tapi seperti kata Gramsci, hegemoni bisa dibentuk tanpa komando, asal narasinya senada.

Politik Bukan Soal Benar-Salah, Tapi Siapa yang Menang

Dalam politik, kebenaran sering kali dikalahkan oleh persepsi. Dan yang sedang terjadi saat ini adalah perang persepsi, bukan perang data. Di balik isu moralitas, yang dipertarungkan adalah kekuasaan.

Sebagai rakyat, kita perlu jernih melihat. Jangan mudah terseret arus kebisingan politik elite. Karena kalau kita tidak waspada, kita bukan lagi penonton, tapi pion yang dimainkan.

Tugas kita bukan memilih kubu, tapi menjaga nalar. Agar bangsa ini tetap dipimpin oleh akal sehat, bukan oleh gaduh tanpa arah. (fir)

Advertise With Us