Hubungan antara Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid) dan Jenderal L.B. Moerdani mencerminkan dinamika kompleks politik Indonesia di bawah Orde Baru, khususnya pada era 1980-an hingga awal 1990-an.
Meski berasal dari latar belakang yang berbeda, Gus Dur sebagai ulama dan tokoh NU, serta Benny sebagai militer dan intelijen terkemuka, keduanya memiliki peran strategis dalam menjaga stabilitas politik dan mendorong demokratisasi.
Konteks Politik Era 1980-an
Pada dekade ini, Indonesia berada di bawah kendali penuh Orde Baru dengan Soeharto sebagai aktor utama. Namun, berbagai dinamika domestik dan global memaksa Soeharto dan Benny merancang “iklim demokrasi yang terkendali.”
Fenomena global seperti gerakan Solidarność di Polandia (1980) dan reformasi Perestroika di Uni Soviet (1985) menunjukkan bahwa otoritarianisme semakin rentan terhadap tuntutan demokrasi.
Di dalam negeri, Benny memegang peranan penting sebagai Panglima ABRI (1983–1988) dan perancang strategi intelijen. Di sisi lain, Gus Dur mulai mengukuhkan posisinya di Nahdlatul Ulama (NU) setelah Muktamar Situbondo 1984, di mana NU kembali ke Khittah 1926 dan meninggalkan politik praktis.
Peran Gus Dur dan Strategi Benny Moerdani
Beberapa peristiwa penting menunjukkan interaksi tak langsung antara Gus Dur dan Benny:
- Muktamar Situbondo (1984): Keputusan NU menerima Pancasila sebagai asas tunggal dan keluar dari politik praktis memperkuat visi Benny untuk memisahkan kekuatan Islam dari oposisi politik formal, yang ia sebut sebagai “Naga Hijau.”
- Pertemuan Rahasia dan Rekayasa Politik: Benny mengorkestrasi upaya intelijen, termasuk mendukung Megawati Soekarnoputri masuk politik melalui PDI, sehingga menciptakan “Naga Merah” sebagai oposisi terkendali.
- Hubungan dengan Pesantren NU: Benny secara aktif mendekati kalangan pesantren, menyadari bahwa NU, meski keluar dari politik formal, tetap memiliki pengaruh signifikan di masyarakat. Strategi ini menunjukkan bahwa Gus Dur dan Benny berada dalam orbit politik yang sama meski dengan pendekatan berbeda.
Pasca-Benny dan Gus Dur Sebagai Presiden
Pasca Orde Baru, Gus Dur terpilih sebagai Presiden RI (1999) dan menjadikan Benny sebagai salah satu tokoh yang ia hormati. Salah satu langkah pertama Gus Dur sebagai presiden adalah mengunjungi Benny di kediamannya, mencerminkan pengakuan atas jasa Benny dalam menjaga stabilitas politik sebelumnya.
Hubungan Gus Dur dan Benny Moerdani adalah contoh bagaimana aktor dengan latar belakang berbeda dapat saling melengkapi dalam percaturan politik. Gus Dur membawa visi inklusivitas melalui NU, sementara Benny mengarahkan strategi intelijen untuk memoderasi transisi demokrasi.
Meski tak selalu berjalan harmonis, kontribusi keduanya membentuk fondasi penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia.
Bagi generasi muda, mempelajari hubungan ini memberikan wawasan tentang kompleksitas politik dan pentingnya kepemimpinan strategis di tengah dinamika perubahan jaman. (fir)